MAKALAH
PENGANTAR STUDI ISLAM
DISUSUN OLEH
:
MANSUR
SHOLIHIN
M. BADRUN
PUTRI HANA
WAHYUNI
MUTIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-HAMIDIYAH
BANGKALAN
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur saya
panjatkan kepada Allah SWT, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah
ini dengan judul “METODOLOGI STUDI ISLAM.”Makalah ini dibuat untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam makalah ini saya
membahas tentang pengertian hak, pengetian kewajiban, pengertian warga negara,
asas kewarganegaraan dan hak kewajiban semoga makalah ini bermanfaat bagi diri
saya dan khususnya pembaca pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak,
begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan
kritik yang konstruktif sangat saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Kelompok I
BANGKALAN, 18 Februari 2015
DAFTAR ISI
Halaman Sampul…………………………………………………………………………………….I
Kata Pengantar……………………………………………………………………………………………II
Daftar Isi………………………………………………………………………………………….….III
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang…………………….…………………………………………………………….…..1
B.
Rumusan
Masalah………………………………………………………………………….……....1
C.
Tujuan……………………………………………………………………….1
BAB II Pembahasan
A.
Pengantar studi islam………………………………….……………………………………….…..1
B. Batasan studi
islam………...……………………………….….….………………………………….2
C. Sejarah tradisi studi
islam………………………….………………….3
D.
Ruang lingkup studi islam…………………………………………….4
BAB III Penutup
A. Kesimpulan………………………………………………………………9
B. Saran………………………………………………………………….9
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………10
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai
agama, islam adalah ajaran monoteisme yang luhur, tetapi sebagai system social,
islam telah gagal total, islam membiarkan wanita dalam posisi serba rendah. Ia
menyatukan agama dan hokum ke dalam system yang tidak bisa di pisahkan dan
tidak bisa di ubah, sehingga tidak elastisitas terhadap system social. Islam
mengizinkan perbudakan dan secara umum cenderung tidak toleran dengan agama lain.
Islam tidak merangsang pengembangan kekuatan berpikir rasional. Dengan demikian
kaum muslim tidak memiliki harapan untuk mengatur diri atau memperbaharui
mereka sendiri.
Pada
masyarakat mekanis, semua peran atau fungsi
manusia diturunkan dari satu generasi kepada
generasi lainnya dengan mengusahakan agar tidak terjadi perubahan yang drastis.
Namun pada masyarakat organis, para manusianya tidak lagi hanya meneruskan
sesuatu (perintah, larangan, hukum dan lain-lain) dari generasi sebelumnya
tanpa adanya tinjauan kritis. Pada masyarakat ini sikap inovatif menjadi suatu
“hambatan” tersendiri bagi pemahaman agama yang menurut Durkheim cenderung
kepada sesuatu yang statis dan sulit untuk berubah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan batasan studi islam…..?
2. Sejarah dan tradisi studi islam…?
3. Ruang lingkup studi islam..?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk lebih memahami mengenai Islamic studies
2. Untuk lebih memahami mengenai tradisi studi
islam
3. Mengetahui ruang lingkup studi islam
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengantar Islamic Studies
Ketika umat Islam berada dalam problem ketidakberdayaan dan
keterbelakangan yang total, hanya satu yang bisa dibanggakan, yaitu teks suci itu.
Pilihannya adalah apakah teks suci itu harus ditinggalkan atau bagaimana?
Bukankah orang lain bisa bangkit tanpa teks, walaupun sebenarnya modernisme
barat pun sebetulnya merujuk pada teks Yunani kuno sebagai acuan pengembangan dan
penyesuaiannya.” (Masdar F.Mas’udi)
B. Batasan studi islam
Islam sebagai ajaran menjadi topik yang menarik dikaji, baik oleh
kalangan intelektual muslim sendiri maupun sarjana-sarjana barat, mulai tradisi
orientalis sampai dengan Islamolog (ahli pengkaji keislaman). Pendekatan yang
dikaji di sini merupakan pendekatan yang telah digunakan oleh para orientalis sebagai
outsider (pengkaji dari luar penganut Islam) dan insider (pengkaji dari
kalangan muslim sendiri). Pada tahap awal, kajian keislaman dikalangan intelektual
muslim lebih mengutamakan pola transmisi, sementara kajian keislaman orientalis
lebih mengedepankan kajian kritis atas ajaran, masyarakat, dan institusi yang
ada di dunia Islam. Kajian keislaman lebih merupakan usaha kritis terhadap
teks, sejarah, doktrin, pemikiran dan institusi keislaman dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
tertentu yang secara popular di kalangan akademik dianggap ilmiah. Menurut Jacques
Waardenburg dalam bukunya yang berjudul Islamic Studies dikatakan bahwa Studi
Islam adalah kajian tentang agama Islam dan aspek-aspek dari kebudayaan dan masyarakat
muslim. Berbeda dengan kajian yang biasa dilakukan dalam perspektif pemeluk
Islam pada umumnya, Islamic Studies menurutnya tidak bersifat normatif. Dalam
hal ini, Islam dipandang sebagai ajaran suatu agama yang sudah membentuk
komunitas dan budaya, dilepaskan dari keimanan dan kepercayaan. Dengan
demikian, Islamic Studies menjadi kajian kritis dan menggunakan analisis yang
bebas sebagaimana berlaku dalam tradisi ilmiah tanpa beban teologis atas ajaran
dan fenomena keagamaan yang dikajinya. Sayyed Hossen Nasr mengatakan dalam
bukunya yang berjudul Islamic Studies: Essays on Law and Society, the Sciences,
and Philosophy and Sufism : “Islam bukan hanya sekedar sebuah agama dalam pengertian
yang biasa, tetapi juga sebuah kerangka sosial politik, pandangan keduniaan,
dan pandangan hidup, yang mencakup semua aspek fisik, mental, dan spiritual
manusia. Islam lebih jauh lagi merupakan sebuah tradisi yang walaupun esensinya
bersifat tunggal, meliputi berbagai pengertian dan derajat pelaksanaan.” Berdasarkan
paparan di atas, pada dasarnya Islamic studies adalah tradisi kajian Islam yang
dikembangkan atas dasar kecenderungan ilmiah modern ala barat, khususnya dalam
lapangan ilmu sosial dan kemanusiaan.
C. Sejarah Tradisi studi Islam
Pendidikan Islam pada zaman permulaan Islam dilaksanakan di masjid-masjid.
Mahmud Yunus menjelaskan bahwa pusat-pusat studi Islam klasik adalah Mekkah dan
Madinah (Hijaz), Basrah dan Kufah (Irak), Damaskus dan Palestina (Syam), dan Fistat
(Mesir). Madrasah Mekkah dipelopori oleh Muadz bin Jabal; madrasah Madinah dipelopori
oleh Abu Bakar, Umar, dan Utsman; madrasah Basrah dipelopori oleh Abu Musa al
Asy’ari dan Anas bin Malik; madrasah Kufah dipelopori oleh Ali bin Abi Thalib
dan Abdullah bin Mas’ud; madrasah Damaskus dipelopori oleh Ubadah dan Abu
Darda; sedangkan madrasah Fistat dipelopori oleh Abdullah bin Amr bin ‘Ash. Tradisi
kajian keislaman ala barat berakar pada sejarah yang sangat panjang, paling
tidak sejauh hubungan Kristen dengan Islam. Tidak bisa dielakan bahwa sebab
utama dari pertumbuhan kajian keislaman itu adalah alasan teologis untuk menunjukan
dan mempertahankan keabsahan ajaran Kristen, dibanding dengan Islam. Islamic
studies (kajian Islam) mulai berkembang pada abad ke-19 sebagai bagian dari
kajian masalah ketimuran. Berdasarkan perkembangan kajian keislaman ala barat
dapat diidentifikasikan ke dalam 3 tahap : (1)
tahap teologis, (2) tahap politis, (3) tahap
scientific). Kemunculan kajian keislaman dalam tradisi barat dimulai dari
kalangan gereja. Kajian keislaman oleh St.John memperlihatkan sikap teologisnya
sebagai seorang Kristen yang menganggap Islam sebagai ajaran murtad (Christian
heresy), seperti tertulis dalam karyanya yang berjudul The Fount of Knowledge. Tokoh
Kristen lainnya yang mendalami kajian keislaman adalah Peter the Venerable dan
Robert of Ketton yang menerjemahkan teks-teks al-Qur’an, hadist, sejarah nabi
dan manuskrip arab lainnya. Tokoh penting lainnya adalah St.Thomas Aquinas yang
mengklasifikasikan dalam ajaran kafir (unbelief ). Memasuki abad ke 12 telah
terjadi sedikit perubahan dalam memperkenalkan kajian keislaman yang tidak lagi
didominasi pandangan teologis namun pandangan atau dimensi lain. Pada abad
ke-13 karya-karya pemikir Islam seperti filsuf
Ibnu Sina telah banyak diterjemahkan dan menjadi rujukan dunia barat. Begitu
pula pada abad berikutnya komentar-komentar Ibnu Rusyd tentang pemikiran Aristoteles
telah dijadikan rujukan kaum orientalis, bahkan Ibnu Rusyd mendapat julukan
“The commentator” atau sang komentator, berkaitan dengan analisa tajamnya
terhadap pemikiranAristoteles.
D. Ruang Lingkup studi Islam
Pembahasan studi keislaman
mengikuti wawasan dan keahlian para pengkajinya, sehingga terkesan ada nuansa
kajian mengikuti selera pengkajinya. Secara material, ruang lingkup kajian keislaman
dalam tradisi barat meliputi pembahasanmengenai ajaran, doktrin,
pemikiran,teks, sejarah dan institusi keislaman. Pada awalnya
ketertarikansarjana barat terhadap pemikiran Islam lebih karena kebutuhan akan
penguasaan daerah koloni. Mengingat daerah koloni pada umumnya adalah negara-negara
yang banyak didiami warga muslim, sehingga mau tidak mau mereka harus memahami tentang
budaya local. Contoh kasus dapat dilihat pada perang Aceh, dimana Snouck
Hurgronje telahmempelajari Islam terlebih dahulu sebelum diterjunkan di lokasi
dengan asumsi ia telah
memahami budaya dan peradaban masyarakat Aceh yang
mayoritas beragama Islam. Islam dipelajari oleh Hurgronje dari sisi landasan
normatif maupun praktik bagi para pemeluknya, kemudian dibuatlah rekomendasi
kepada para penguasa colonial untuk
membuat kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan
umat Islam. Setelah mengalami keterpurukan, dunia Islam mulai bangkit melalui
para pembaru yang telah tercerahkan. Dari kelompok ini munculah gagasan agar
umat Islam mengejar ketertinggalannya dari dunia barat. Muhammad Abduh
(1849-1905) pemikir
dari Mesir, menghembuskan ide-ide pembaharuan
di dunia Islam. Pemikiran Abduh diilhami oleh pemikiran gurunya, Jamaludin
al-Afghani (1838-1897) seorang pemikir di bidang politik. Namun dalam skala
global sebenarnya pemikiran para pembaharu Mesir diawali oleh pemikir besar sebelumnya,
yaitu Rifa’ah al-Thathawi (1801-1873).
Peran Islam Dalam Kehidupan Manusia Islam
sebagai sebuah agama telah memberikan peran yang cukup signifikan, tidak hanya
apa yang diajarkan Islam ke seluruh manusia tetapi juga terhadap proses
kehidupan dari manusia itu sendiri. Kelompok manusia yang kerap disebut
masyarakat, menurut pendapat Emile Durkheim, seorang sosiolog dari Perancis
dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu :
1. Masyarakat mekanis (pra industri);
2. Masyrakat organis (modern).
Pada masyarakat mekanis, semua peran atau
fungsi manusia diturunkan dari satu generasi kepada generasi lainnya dengan
mengusahakan agar tidak terjadi perubahan yang drastis. Namun pada masyarakat organis, para manusianya
tidak lagi hanya meneruskan sesuatu (perintah, larangan, hukum dan lain-lain)
dari generasi sebelumnya tanpa adanya tinjauan kritis. Pada masyarakat ini
sikap inovatif menjadi suatu “hambatan” tersendiri bagi pemahaman agama yang menurut
Durkheim cenderung kepada sesuatu yang statis dan sulit untuk berubah. Pembagian
2 kategori di atas, setidaknya mewakili pemahaman sempit dan kerdil dari para
ilmuwan barat yang justru memandang Islam sebagai suatu agama yang lebih
menghendaki adanya “status quo”. Mungkin pemahaman kerdil inilah yang menjadi
salah satu alasan dari ungkapan Ernest Renan, 1862 : “Islam merupakan
pengingkaran total terhadap Eropa….. Islam merupakan penghinaan terhadap ilmu pengetahuan,
penindasan terhadap civil society; Islam adalah bentuk kesederhanaan spirit
bangsa Semit (Yahudi) yang mengerikan, membatasi pemikiran manusia, menutupnya
terhadap ide-ide yang sulit, sentiment yang beradab, dan penelitian rasional,
untuk membuatnya tetap menghadapi sebuah tautology yang abadi : Tuhan adalah
Tuhan”. Hal senada diungkapkan pula oleh Lord Cromer
dalam Modern Egypt : “Sebagai agama Islam
adalah ajaran monoteisme yang luhur, tetapi sebagai sebuah sistem sosial, Islam
telah gagal total. Islam membiarkan wanitadalam posisi serba rendah. Ia
menyatukan agama dan hukum ke dalam sistem yang tidak bisa dipisahkan dan tidak
bisa diubah, sehingga tidak ada elastisitas terhadap sistem sosial. Islam
mengizinkan perbudakan dan secara umum cenderung tidak toleran dengan agama
lain. Islam tidak merangsang pengembangan kekuatan berfikir rasional. Dengan
demikian kaum muslim tidak memiliki harapan
untuk mengatur diri atau memperbaharui mereka sendiri”. Dua pendapat di atas
sesungguhnya adalah sebuah “kenyataan” yang senantiasa diangkat oleh para masyarakat
yang anti terhadap Islam. Sebagai muslim, wajib hukumnya bagi kita semua untuk dapat
mematahkan anggapan tersebut, tentunya
dengan argumentasi yang dapat dipertanggung
jawabkan secara rasional maupun
akademik. Dalam konteks pembahasan peran atau
fungsi, maka prinsip teori fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang
tidak berfungsi atau berperan akan lenyap dengan sendirinya. Dengan kata lain,
setiap agama memiliki fungsi. Konsekuensinya, setiap yang tidak berfungsi atau
berperan akan hilang atau sirna. Karena sejak dulu hingga sekarang agama dengan
tangguh menyatakan eksistensinya, berarti agama mempunyai dan memerankan
sejumlah peran dan fungsi di masyarakat. Perintah yang sangat mendasar yang
terdapat dalam ajaran Islam adalah mengesakan Tuhan dan larangan untuk
melakukan syirik. Tauhid dan syirik adalah dua sisi yang tidak dapat dipisahkan
meskipun keduanya sangat berbeda. Dalam Surat al Ikhlas disebutkan tentang
persoalan ketauhidan :
“قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ﴿1﴾ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ
﴿2﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿3﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ(4)”
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Sedangkan berkaitan dengan persoalan larangan untuk
syirik dapat ditemukan dalam surat Luqman ayat 13
“
ﻭَﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﻟُﻘْﻤَﺎﻥُ ﻻِﺑْﻨِﻪِ ﻭَﻫُﻮَﻳَﻌِﻈُﻪُ
ﻳَﺎﺑُﻨَﻲ
ﻻَﺗُﺸْﺮِﻙْ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺸِّﺮْﻙَ ﻟَﻈُﻠْﻢٌ
ﻋَﻈِﻴْﻢٌ (13 )
”
13. dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar”. Perintah mengesakan Tuhan mengandung arti bahwa manusia
hanya boleh tunduk kepada Tuhan.Dan oleh karenanya manusia dijadikan khalifah
di bumi dan seluruh alam ditundukan oleh Allah SWT untuk manusia sebagaimana
tercantum dalam surat Ibrahim sebagai berikut :
“
ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺧَﻠَﻖ
ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻷﺭْﺽَ ﻭَﺃَﻧْﺰَﻝَ ﻣِﻦَ
ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀ
ﻣَﺎﺀً ﻓَﺄَﺧْﺮَﺝَ ﺑِﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺜَّﻤَﺮَﺍﺕِ ﺭِﺯْﻗًﺎ
ﻟَﻜُﻢْ
ﻭَﺳَﺨَّﺮَ ﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟْﻔُﻠْﻚَ ﻟِﺘَﺠْﺮِﻱَ ﻓِﻲ
ﺍﻟْﺒَﺤْﺮِ
ﺑِﺄَﻣْﺮِﻩِ ﻭَﺳَﺨَّﺮَ ﻟَﻜُﻢُ ﺍﻷﻧْﻬَﺎﺭَ (٣٢ )
ﻭَﺳَﺨَّﺮَ
ﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟﺸَّﻤْﺲَ ﻭَﺍﻟْﻘَﻤَﺮَ ﺩَﺍﺋِﺒَﻴْﻦِ
ﻭَﺳَﺨَّﺮَ
ﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞَ ﻭَﺍﻟﻨَّﻬَﺎﺭَ ( ٣٣
”
32. Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan
air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan
menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera
itu,berlayar di lautan dengan
kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
33. dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari
dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan
bagimu malam dan siang.
Xii. dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari
dan bulan untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan
perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya). Firman Allah SWT di atas
menunjukan bahwa bumi, langit, laut, serta
segala yang ada di bumi, langit serta laut telah ditundukan oleh Allah SWt
untukkepentingan manusia. Dengan demikian apabila manusia tunduk kepada alam,
maka sesungguhnya manusia telah menyalahi fungsinya, yakni menyembah atau hanya
tunduk kepada Allah SWT. Konsekuensi dari tauhid adalah bahwa manusia harus
menguasai alam dan haram tunduk kepada alam. Menguasai alam berarti menguasai hokum
alam; dan dari hukum alam ini ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan.
Sebaliknya syirik berarti tunduk kepada alam sehingga akan berakibat lahirnya
kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Jadi terdapat hubungan timbal balik
antara tauhid dengan dorongan pengembangan ilmu pengetahuan dan juga adanya
hubungan timbal balik antara syirik dengan kebodohan. Dengan demikian sumbangan
atau peran Islam dalam kehidupan manusia adalah terbentuknya suatu komunitas
yang berkecenderungan prosresif atau inovatif, yaitu suatu komunitas yang dapat
mengendalikan, memelihara, dan mengembangkan kehidupan melalui pengembangan
ilmu dan sains.
Menurut Nurcholis Majid ilmu adalah hasil pelaksanaan
perintah Tuhan untuk memperhatikan dan memahami alam raya ciptaanNya sebagai manifestasi
tau penyingkapan tabir akan rahasia Nya. Untuk kepentingan analisis,
tanda-tanda atau rahasia Tuhan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. Jagad raya. Untuk dapat menyingkap rahasia
Allah SWT melalui tanda ini maka manusia harus menggunakan perangkat berupa
ilmu fisik, seperti ilmu fisika, kimia, geografi, geologi, astronomi atau falak.
2. Manusia. Untuk dapat menyingkap rahasia
melalui tanda ini maka manusia nya itu sendiri harus menguasai ilmu yang
berkenaan dengan fisik, seperti ilmu biologi, dan kedokteran, serta psikis
seperti ilmu psikologi.
3. Wahyu. Untuk menyingkap tabir rahasia
melalui tanda ini, maka manusia memunculkan ilmu-ilmu keagamaan seperti ‘ulum
al Qur’an, ‘ulum al Hadits, tafsir, fikih, ilmu kalam dan tasawuf. Paradigma
ini sekaligus merupakan jawaban terhadap anggapan dari para ilmuwan barat yang
cenderung berasumsi bahwa Islam akan sulit diterima pada masyarakat modern
(organis). Justru sesungguhnya Islam sangat berhubungan dengan segala aspek perubahan,
dalam hal ini perkembangan ilmu pengetahuan. Beberapa contoh konkrit yang dapat
dijadikan rujukan bahwa Islam, yang diwakili oleh para pemeluknya (muslim)
telah lama bergaul erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
seperti :
1. Ilmu matematika, yang dipelopori oleh al Khawarizmi
dengan karyanya ilmu hitung dan aljabar. Nama al Khawarizmi di transfer dalam
bahasa latin menjadi algorisme atau algoritme. Selain itu ada juga Umar al
Khayam dan al Thusi yang pertama kali
menciptakan serta memperkenalkan angka 0 sejak tahun
873 M dan baru dipergunakan oleh dunia barat pada tahun 1202 M.
2. Astronomi, yang dipelopori oleh Umar al
Khayam dan al Farazi. Kalender buatan Umar al Khayam diyakini lebih tepat
dibanding dengan kalender buatan Gregorius.
3. Kimia, yang dipelopori oleh Jabir bin Hayyan
dan zakaria al Razi yang sering disebut bangsa eropa dengan nama Gaber dan
Rhazes.
4. Optik, yang dipelopori oleh Ibnu Haitsam
yang mematahkan teori yang dikemukakan oleh Euklid dan Ptolomeus. Kedigjayaan
cendikiawan muslim di atas tidak hanya
menjadi kenangan tentang kejayaan Islam di masa
lalu. Satu hal yang paling penting adalah pemahaman bahwa Islam identik dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak ada dikotomi antara ilmu agama
an sich dengan ilmu non agama, karena pada kenyataannya pada masa lalu
tokoh-tokoh ilmuwan Islam adalah mereka yang mafhum tentang ilmu agama..
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam bukan hanya sekedar sebuah agama dalam
pengertian yang bias, tetapi juga kerangka sosial-politik, pandangan keduniaan
dan pandangan hidup yang mencakup semua aspek fisik, mental, dan spiritual
manusia.
Islam lebih jauh lagi ,merupakan yang walaupun
esensinya bersifa tunggal, meiputi berbagai tingkat pengertian dan derajat
pelaksana.
Warisan kolonial tampak kebanyakan pelajaran
Islamic studies sehingga dari sudut pandang nilai budaya barat memiliki tekanan
yang sangat kuat.
B.
Saran
Agama sesungguhnya mengajarkan ide tentang satu
Tuhan yang sesuai dengan kesadaran moral dan rasional manusia
Di kalangan para sarjana muslim sendiri, ada
semangat islam ingin di jadikan sebuah kekuatan membangun komonitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Metodologi Studi Islam, Dr.Jamali Sahrodi,
Pustaka Setia, Bandung 2008.
W.F.S. pickering, Durkheim`s sociologyof
religion, London: roudledge and kegan paul, 1984
Ilyas supeno dan m. fauzi, dekonstruksi dan
rekontruksi hokum islam. Yogyakarta: gama media, 2002
Moch. Nur ichwan meretas kesarjanaan kritis
al-quran teori hermenutika .,Jakarta: TERAJU,2003
Untuk file word silahkan download
disini