PENDEKATAN DALAM STUDI ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana
terdapat di dalam sumber ajarannya, Al-qur’an dan Hadits tampak amat ideal dan
agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal
pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang
dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan
kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi
pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan,
mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif
di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak
boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampaikan
dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling
efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab mana kala pemahaman
agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis dilengkapi dengan
pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional
konseptual, dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Dalam memahami agama banyak pendekatan yang dilakukan. Hal demikian perlu
dilakukan, karena pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat
dirasakan oleh penganutnya. Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis, normative,
antropologis, sosiologis, psikologis, historis dan pendekatan filosofis, serta
pendekatan-pendekatan lainnya. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini
adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang
selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
Dan disini kami
mengajak anda untuk mengetahui lebih lanjut seperti apa itu saja pendekatan
dalam studi Islam.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana pendekatan filosofis
dalam studi Islam ?
2. Bagaimana pendekatan normative
dalam studi Islam ?
3. Bagaimana pendekatan historis
dalam studi Islam ?
4. Bagaimana pendekatan
antropologis dalam studi Islam ?
5. Bagaimana pendekatan
sosiologis dalam studi Islam ?
6. Bagaimana pendekatan teologis
dalam studi Islam ?
7. Bagaimana pendekatan
psikologis dalam studi Islam ?
8. Dan apa saja
pendekatan-pendekatan lainnya dalam studi Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENDEKATAN FILOSOFIS
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta
kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu, filsafat dapat pula berarti
mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha
menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[1][1] Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan
dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan
sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran
dan arti ”adanya” sesuatu.[2][2]
Jika melihat definisi yang diberikan oleh dua orang yang mula-mula
mencintai kebijakan, Plato dan Aristoteles, kita dapat mulai melihat bagaimana
kemungkinan-kemungkinan itu dapat dimengerti. Plato mendeskripsikan filsuf
sebagai orang yang siap merasakan setiap bentuk pengetahuan, senang belajar dan
tidak pernah puas. Aristoteles juga memberikan suatu defenisi filsafat sebagai
”pengetahuan mengenai kebenaran” .
Sedangkan Sextus Empiricius menyatakan bahwa filsafat adalah suatu
aktivitas yang melindungi kehidupan yang bahagia melalui diskusi dan argumen.
Maka unsur kunci yang menyusun ”cinta pada kebijakan’ adalah kemauan menjaga
pikiran tetap terbuka, kesediaaan membaca secara luas, dan mempertimbangkan
seluruh wilayah pemikiran dan memiliki perhatian pada kebenaran. Semua itu
bagian dari suatu aktivitas atau proses dimana dialog, diskusi, dan
mengemukakan ide dan argumen merupakan intinya. Dengan kata lain, “cinta pada
kebijakan” ini adalah suatu komitmen, suatu kemauan mengikuti sesuatu atau alur
pemikiran atau suatu ide sampai pada kesimpulan-kesimpulannya, namun setiap
langkah proses itu selalu terbuka untuk ditentang selalu terbuka untuk
dibuktikan salah. Kesimpulan-kesimpulan yang dicapai bersifat sementara dan
tentatif.
Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan
Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik,
radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat
mengenai segala sesuatu yang ada. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
filsafat pada intinya adalah upaya atau usaha untuk menjelaskan inti, hakikat,
atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik objek formanya. Filsafat
mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat dibalik yang
bersifat lahiriah.
Sebagai contoh, kita jumpai berbagai merek pulpen dengan kualitas dan
harganya yang berbeda, namun inti semua pulpen itu adalah sebagai alat tulis.
Ketika disebut alat tulis, maka tercakuplah semua nama dan jenis pulpen. Louis
O. Kattsof mengatakan, bahwa kegiatan kefilsafatan ialah merenung, tetapi
merenung bukanlah melamun, juga bukan berfikir secara kebetulan yang bersifat
untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematik dan
universal. Mendalam artinya dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke
batas di mana akal tidak sanggup lagi. Radikal artinya sampai ke akar-akarnya
hingga tidak ada lagi yang tersisa. Sistematik maksudnya adalah dilakukan
secara teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu, dan universal
maksudnya tidak dibatasi hanya pada suatu kepentingan kelompok tertentu, tetapi
untuk seluruhnya.
Sedangkan filsafat setelah memasuki ranah “agama” terjadi sedikit
pergeseran makna dari yang disebutkan di atas. Misalnya, dalam kajian agama
kristen Dalferd menyatakan bahwa tugas filsafat adalah melihat
persoalan-persoalan yang melingkupi pengalaman manusia, faktor-faktor yang
menyebabkan pengalaman manusia menjadi pengalaman religius, dan membahas bahasa
yang digunakan umat beragama dalam membicarakan keyakinan mereka. Baginya,
rasionalitas kerja reflektif agama dalam proses keimanan yang menuntut
pemahaman itulah yang meniscayakan adanya hubungan antara agama dan filsafat.
Dalam upaya agar agama terpahami baik upaya yang bersifat internal yakni
upaya tradisi keagamaan mengeksplorasi watak dan makna keimanan maupun upaya
eksternal yakni upaya menjelaskan dan mengartikulasikan makna itu bagi mereka
yang tidak berada dalam tradisi, agama tidak dapat dipisahkan dari filsafat.
Keterkaitan antara keduanya terfokus pada rasionalitas, kita dapat menyatakan
bahwa suatu pendekatan filosofis terhadap agama adalah suatu proses rasional.
Yang dimaksud “proses rasional” ini mencakup dua hal. Pertama, kita menunjukkan
fakta bahwa akal memainkan peran fundamental dalam refleksi pengalaman dan
keyakinan keagamaan dalam suatu tradisi keagamaan. Kedua, kita menunjukkan
fakta bahwa dalam menguraikan keimanannya, tradisi keagamaan harus dapat
menggunakan akal dalam memproduksi argumen-argumen logis dan dalam membuat
klaim-klaim yang dapat dibenarkan.
Sedangkan dalam kajian Islam berpikir filosofis tersebut selanjutnya dapat
digunakan dalam memahami agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti
dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara saksama. Pendekatan
filosofis ini sebenarnya sudah banyak dilakukan sebelumnya, diantaranya
Muhammad al Jurjawi yang menulis buku berjudul Hikmah Al Tasyri’ wa Falsafatuhu.
Dalam buku tersebut Al Jurjawi berusaha mengungkapkan hikmah yang terdapat di
balik ajaran-ajaran agama Islam, misalnya ajaran agama Islam mengajarkan agar
melaksanakan sholat berjamaah dengan tujuan antara lain agar seseorang dapat
merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain, dan lain
sebagainya. Makna demikian dapat dijumpai melalui pendekatan yang bersifat
filosofis.
Dengan menggunakan pendekatan filosofis seseorang akan dapat memberi makna
terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula menangkap hikmah dan ajaran
yang terkandung di dalamnya. Dengan cara demikian ketika seseorang mengerjakan
suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan
kebosanan. Semakin mampu menggali makna filosofis dari suatu ajaran agama, maka
semakin meningkat pula sikap, penghayatan, dan daya spiritualitas yang dimiliki
seseorang.
Melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada
pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan
susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang
didapatkan dari pengamalan agama hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah
haji, sudah menunaikan rukun Islam kelima dan berhenti sampai disitu saja.
Tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Namun
demikian pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau menyepelekan
bentuk pengamalan agama yang bersifat formal. Filsafat mempelajari segi batin
yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (forma) memfokuskan segi lahiriah yang
bersifat eksoterik. Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya
mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan
filosofis dalam memahami ajaran agamanya.
Dari pemaparan di atas penulis mencoba untuk merumuskan pengertian dari
pendekatan filosofis. Menurut penulis pendekatan filosofis adalah cara pandang
atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah
mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Dengan kata lain,
pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang dilakukan untuk menjelaskan apa
dibalik sesuatu yang nampak.
B. PENDEKATAN NORMATIF
Pendekatan normatif adalah studi islam yang memandang masalah dari sudut
legal-formal atau normatifnya.[3][3] Legal-formal adalah hukum yang ada hubungannya dengan
halal dan haram, boleh atau tidak dan sejenisnya. Sementara normatif adalah
seluruh ajaran yang terkandung dalam nash. Dengan demikian, pendekatan normatif
mempunyai cakupan yang sangat luas sebab seluruh pendekatan yang digunakan oleh
ahli usul fikih (usuliyin), ahli hokum
islam (fuqaha), ahli tafsir (mufassirin) danah lihadits (muhaddithin) ada
hubungannya dengan aspek legal-formal serta ajaran islam dari sumbernya
termasuk pendekatan normatif.
Sisi lain dari pendekatan normatif secara umum ada
dua teori yang dapat digunakan bersama pendekatan normatif-teologis.Teori yang
pertama adalah hal - hal yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran serta dapat
dibuktikan secara empirik dan eksperimental.Teori yang kedua adalah hal-hal
yang sulit dibuktikan secara empirik dan eksperimental.Untuk hal-hal yang dapat
dibuktikan secara empirik biasanya disebut masalah yang berhubungan dengan
ra’yi (penalaran).
Sedang masalah-masalah yang tidak berhubungan
dengan empirik (ghaib) biasanya diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan
kepercayaan.Hanya saja cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang masuk
klasifikasi empirik dan mana yang tidak terjadi sehingga menyebabkan perbedaan
pendapat dikalangan para ahli.Maka sikap yang perlu dilakukan dengan pendekatan
normatif adalah sikap kritis.
Adapun beberapa teori popular yang dapat digunakan
dengan pendekatan normatif disamping teori-teori yang digunakan oleh para
fuqaha’,usuluyin,muhaddithin dan mufassirin diantara adalah teori
teologis-filosofis yaitu pendekatan memahami Al Qur’an dengan cara
menginterpretasikannya secara logis-filosofi yakni mecari nilai-nilai objektif
dari subjektifitas Al Quran.
Teori lainnya adalah normatif-sosiologis atau
sosiologis seperti yang ditawarkan Asghar Ali Engerineer dan
Tahir al-Haddad yakni dalam memahami nash (Al Qur’an dan sunah Nabi Muhammad
SAW.) selain itu ada pemisahan antara nash normatif dengan nash sosiologis. Nash normatif adalah nash yang tidak tergantung pada konteks. Sementara nash sosilogis adalah nash yang pemahamannya harus disesuaikan dengan konteks waktu, tempat dan lainnya.
Dalam aplikasinya pendekatan nomatif tekstualis tidak menemui kendala yang
berarti ketika dipakai untuk melihat dimensi islam normatif yang bersifat
Qoth’i. Persoalanya justru akan semakin rumit ketika pendekatan ini dihadapkan
pada realita dalam Al-Quran bahkan diamalkan oleh komunitas tertentu secara
luas contoh yang paling kongkrit adalah adanya ritual tertentu dalam komunitas
muslim yang sudah mentradisi secara turun temurun,seperti slametan (Tahlilan
atau kenduren).
Dari uraian tersebut terlihat bahwa pendekatan normatif tekstualis dalam
memahami agama menggunakan cara berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang
berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak sehingga tidak perlu
dipertanyakan lebih dulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya
diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.
Pendekatan
normatif tektualis sebagaimana disebutkan diatas telah menunjukan adanya kekurangan
seperti eksklusif dogmatis yang berarti tidak mau mengakui adanya paham
golongan lain bahkan agama lain dan sebagainya.Namun demikian melalui
pendekatan norrmatift tektualis ini seseorang akan memiliki sikap militansi
dalam beragama sehingga berpegang teguh kepada agama yang diyakininya sebagai
yang benar tanpa memandang dan meremehkan agama lainya.
C. PENDEKATAN HISTORIS
Sejarah atau historis (Historical
Approach) adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari
peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan
melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat
dal peristiwa tersebut. Melalui pendekatan sejarah
seorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat emiris dan
mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau
keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam
empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini amat
dibutuhkan dalam memahami agam, karena agama itu sendiri turun dalam situasi
yang konkrit bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam
hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama
yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari
Al-qur’an ia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan
Al-Qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep,
dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam bagian pertama yang berisi
konsep ini kita mendapati banyak sekali istilah Al-Qur’an yang merujuk kepada
pengertian-pengertian normative yang khusus, doktrin-doktrin etik,
aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-istilah
atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep-konsep
yang telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu Al-Qur’an, atau bisa jadi
merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya
konsep-konsep relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah itu
kemudian dintegrasikan ke dalam pandangan dunia Al-Qur’an, dan dengan demikian,
lalu menjadi konsep-konsep yang otentik.
Dalam bagian pertama ini, kita
mengenal banyak sekali konsep baik yang bersifat abstrak maupun konkret. Konsep
tentang Allah, Malaikat, Akhirat, Ma’ruf, munkar dan sebagainya adalah termasuk
yang abstrak. Sedangkan konsep tentang fuqara’, masakin, termasuk yang konkret. Selanjutnya, jika pada bagian
yang berisi konsep, Al-Qur’an bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif
mengenai nilai-nilai Islam, maka pada bagian yang kedua yang berisi kisah dan
perumpamaan Al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan untuk memperoleh
hikmah.
Melalui pendekatan sejarah ini
seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan
penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorang tidak akan memahami agama
keluar dari konteks historisnya. Seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an secara
benar misalnya, yang bersangkutan harus memahami sejarah turunnya Al-Qur’an
atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya Al-Qur’an yang selanjutnya
disebut dengan ilmu asbab al-nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya
ayat Al-Qur’an. Dengan ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang
terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu, dan ditujukan
untuk memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.
Melalui pendekatan sejarah
seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan
mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau
keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam
empiris dan historis. Menurut perpektif sejarah, ada 2 macam penafsiran
terhadap aturan hukum dan perundang-undangan, yaitu :
Ø Penafsiran menurut
sejarah hukum,
Ø Penafsiran menurut
sejarah penetapan peraturan perundang-undangan. [4][4]
D. PENDEKATAN ANTROPOLOGI
Pendekatan antropologi dalam
memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan
cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat. Melalui ini pendekatan agama tampak akrab dan dekat dengan
masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan
jawabannya.
a. Antropologi Sebagai Bidang Ilmu Humaniora
Antropologi adalah sebuah ilmu
yang didasarkan atas observasi gartisipasi yang luas tentang kebudayaan,
menggunakan data yang terkumpul, dengan menetralkan nilai, analisa yang tenang
(tidak memihak) menggunakan metode komgeratifi. Tugas utama antropologi, studi
tentang manusia adalah untuk memungkinkan kita memahami diri kita dengan
memahami kebudayaan lain. Antropologi menyadarkan kita tentang kesatuan manusia
secara esensil, dan karenanya membuat kita saling menghargai antara satu dengan
yang lainnya.
Sedangkan Humaniora atau
Humaniteis adalah bidang-bidang studi yang berusaha menafsirkan makna kehidupan
manusia dan berusaha menambah martabat kepada penghidupan dan eksitensis
manusia menurut Elwood mendefinisikan ”Humaniora” sebagai seperangkat dari
perilaku moral manusia terhadap sesamanya, beliau juga mengisyaratkan pengakuan
bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai kedudukan amung (unique) dalam
ekosistem, namun sekaligus juga amat tergantung pada ekosistem itu dan ia
sendiri bahkan merupakan bagian bidang-bidang yang termasuk humaniora meliputi
agama, filsafat, sejarah, bahasa, sastra, dan lain-lain. Manfaat pendidikan
humaniora adalah memberikan pengertian yang lebih mendalam mengenai segi
manusiawi.
Jadi antara antropologi dan
humaniora hubungannya sangat erat yang kesemuanya memberikan sumbangan kepada
antropologi sebagai kajian umum mengenai manusia. Bagi para humanis bahan
antropologis juga sangat penting. Dalam deskripsi biasa mengenai kebudayaan
primitif, ahli etnografi tradisional biasanya merekam sebagai macam mite dan
folktale, menguraikan artifak, musik dan bentuk-bentuk karya seni, barangkali
juga menjadi subjek analisa bagi para humanis dengan menggunakan alat-alat
konseptual mereka sendiri.
b. Ilmu-ilmu Bagian Dari Antropologi
Di universitas-universitas
Amerika, antropologi telah mencapai suatu perkembangan yang paling luas ruang
lingkupnya dan batas lapangan perhatiannya yang luas itu menyebabkan adanya
paling sedikit lima masalah penelitian khusus:
1. Masalah sejarah asal dan perkembangan manusia (evolusinya) secara
biologis.
2. Masalah sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang
dari sudut ciri-ciri tumbuhnya.
3. Masalah sejarah asal, perkembangan dan persebaran aneka warna
bahasa yang diucapkan manusia diseluruh dunia.
4. Masalah perkembangan persebaran dan terjadinya aneka warna
kebudayaan manusia di seluruh dunia.
5. Masalah mengenai asas-asas kebudayaan manusia dalam kehidupan
masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar diseluruh bumi masa kini.
c. Signifikasi Antropologi Sebagai Pendekatan Studi Islam
Pendekatan antropologi dalam memahami
agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara
melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Melalui pendekatan ini, agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah
yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.
Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu
antropologis dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.
Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Powam Rahardjo, lebih
mengutamakan langsung bahkan sifatnya partisipatif.
E. PENDEKATAN SOSIOLOGI
Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara
manusia yang menguasai hidupnya itu. Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi
sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan
penilaian. Dari dua definisi
terlihat sosiologi adalah ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat
lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang
saling berkaitan.
Jalaluddin Rahman dalam bukunya
yang berjudul Islam Alternatif, menunjukkan betapa besarnya perhatian agama
yang dalam hal ini Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan
sebagai berikut:
1. Pertama, dalam Al-Qur’an atau kitab-kitab hadits, proporsi
terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Menurut
Ayatullah Khomaeni dalam bukunya Al-Hukumah Al-Islamiyah yang dikutip
Jalaluddin Rahman, dikemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan
ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus –
untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah (masalah sosial).
2. Kedua, bahwa ditekankannya masalah muamalah (sosial)
dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya
dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau
ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan
sebagaimana mestinya.
3. Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakan
diberi ganjaran lebih besar dari pada ibadah yang bersifat seorangan. Karena
itu shalat yang dilakukan secara berjamaah dinilai lebih tinggi nilainya dari
pada shalat yang dikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding
dua puluh derajat.
4. Keempat, dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan
ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal karena melanggar pantangan tertentu
maka kifaratnya (tembusannya) adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan
masalah sosial.
5. Kelima, dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik
dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari pada ibadah
sunnah.
Ilmu sosial dapat digunakan
sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal ini dapat dimengerti
karena banyak bidang kajian agama yang baru dipahami secara imporsional dan
tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosila. Pentingnya pendekatan
sosial dalam agama sebagaimana disebutkan diatas, dapat dipahami, karena banyak
sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian
agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami
ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya.
Maksud pendekatan ilmu sosial ini
adalah implementasi ajaran Islam oleh manusia dalam kehidupannya. Pendekatan
ini mencoba memahami keagamaan seseorang pada suatu masyarakat.
Fenomena-fenomena keislaman yang bersifat lahir diteliti dengan menggunakan ilmu
sosial seperti sosiologi, antropologi dan lain sebagainya. Pendekatan sosial
ini seperti apa perilaku keagamaan seseorang didalam masyarakat apakah
perilakunya singkron dengan ajaran agamanya atau tidak. Pendekatan ilmu sosial
ini digunakan untuk memahami keberagamaan seseorang dalam suatu masyarakat.
F. PENDEKATAN TEOLOGIS
Teologi dari segi etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu theologia. Yang terdiri dari kata theos
yang berarti tuhan atau dewa, dan logos yang artinya ilmu. Sehingga teologi adalah
pengetahuan ketuhanan . sedangkan pendekatan teologis adalah suatu pendekatan
yang normatif dan subjective terhadap agama. Pada umumnya, pendekatan ini
dilakukan dari dan oleh penganut agama dalam usahanya menyelidiki agama lain.
Secara harfiah, pendekatan teologis normatif dalam memahami agama dapat
diartikan sebagai upayamemahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu
ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empiris dari suatu
keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dubandungkan dengan yang lainnya.
Menurut The Encyclopedia of American Religion, di Amerika Serikat terdapat
1.200 sekte keagamaan. Satu diantaranya adalah sekte Davidian bersama 80 orang
pengikut fanatiknya melakukan bunuh diri masal setelah berselisih dengan kekuasaan
pemerintah Amerika Serikat. Dalam Islam pun secara tradisional dapat dijumpai
teologi Mu’tazilah, teologi Asy’ariyah, dan teologi Maturidiyah. Sebelumnya
terdapat pula teologi bernama Khawarij dan Murji’ah.
Di masa sekarang ini, perbadaan dalam bentuk formal teologis yang terjadi
di antara berbagai madzhab dan aliran teologis keagamaan. Namun, pluralitas
dalam perbedaan tersebut seharusnya tidak membawa mereka pada sikap saling
bermusuhan dan saling menonjolkan segi-segi perbedaan masing-masing secara
arogan, tapi sebaiknya dicari titik persamaanya untuk menuju subtansi dan misi
agama yang paling suci. Salah satunya adalah dengan mewujudkan rahmat bagi
seluruh alam yang dilandasi pada prinsip keadilan, kemanusiaan, kebersamaan,
kemitraan, saling menolong, saling mewujudkan kedamaian, dan seterusnya. Jika
misi tersebut dapat dirasakan, fungsi agama bagi kehidupan manusia segera dapat
dirasakan.
G. PENDEKATAN
PSIKOLOGIS
Pendekatan ini merupakan usaha untuk memperoleh sisi ilmiah dari
aspek-aspek batini pengalaman keagamaan. Suatu esensi pengalaman keagamaan itu
benar-benar ada dan bahwa dengan suatu esensi, pengalaman tersebut dapat
diketahui. Sentimen-sentimen individu dan kelompok berikut gerak dinamisnya,
harus pula diteliti dan inilah yang menjadi tugas interpretasi psikologis.
Interpretasi agama melalui pendekatan psikologis memang berkembang dan
dijadikan sebagai cabang dari psikologi dengan nama psikologi agama. Objek ilmu
ini adalah manusia, gejala-gejala empiris dari keagamaanya. Karena ilmu ini
tidak berhak mempelajari betul tidaknya suatu agama, metodenya pun tidak berhak
untuk menilai atau mempelajari apakah agama itu diwahyukan Tuhan atau tidak,
dan juga tidak berhak mempelajari masalah-masalah yang tidak empiris lainnya.
Oleh karena itu pendekatan psikologis tidak berhak menentukan benar salahnya
suatu agama karena ilmu pengetahuan tidak memiliki teknik untuk
mendemonstrasikan hal-hal seperti itu, baik sekarang maupun waktu yang akan
datang.
Selain itu, sifat ilmu pengetahuan sifatnya adalah empirical science, yakni
mengandung fakta empiris
yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan metode ilmiah. Fakta empiris
ini adalah fakta yang dapat diamati dengan pola indera manusia pada umumnya,
atau dapat dialami oleh semua orang biasa, sedangkan Dzat Tuhan,wahyu,setan,dan
fakta gaib lainnya tidak dapat diamati dengan pola indera orang umum dan tidak
semua orang mampu mengalaminya. Sumber-sumber ilmiah untuk mengumpulkan data
ilmiah melalui pendekatan psikologi ini dapat diambil dari:
1. Pengalaman
dari orang-orang yang masih hidup
2. Apa
yang kita capai dengan meneliti diri kita sendiri
3. Riwayat
hidup yang ditulis sendiri oleh yang bersangkutan, atau yang ditulis oleh para
ahli agama.
H.
PENDEKATAN
LAINNYA
Ø Pendekatan Kasus
Pendekatan kasus (Case Approach) bertujuan untuk
memperlajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam
praktik hukum. Terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana
dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi focus
penelitian. Dalam hukum Islam, pendekatan kasus dilakukan dengan
mempersembahkan kasus hukum baru dengan kasus hukum lama yang terdapat
ketentuan reasoning-nya atau persamaannya dalam teks suci. Dalam hal ini
disebut juga dengan analogi atau qiyas.
Ø Pendekatan Analisis
Pendekatan analisis (analytical approach) adalah
mengetahui makna yang dikandung oleh
istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara
konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik dan
putusan-putusan hukum. Pendekatan ini bertujuan untuk menganalisis pengertian
hukum, asas hukum, kaidah hukum, system hukum, dan berbagai komsep yuridis.
Misalnya konsep yuridis tentang subjek hukum, objek hukum, hak milik,
perkawinan, perjanjian, perikatan, hubungan kerja, jual beli, prestasi, dan
sebagainya. [5][5]
Ø Pendekatan Perbandingan
Pendekatan perbandingan (comparative approach)
merupakan penel;itian normative untuk membandingkan salah satu lembaga hukum (legal
institutions) dari system hukum yang satu dengan lembaga hukum (yang kurang
lebih sama dari system hukum) yang lain, atau membandingkan satu pendapat hukum
dengan pendapat hukum lainnya
Ø Pendekatan perundang-undangan
Hukum sebagai system
tertutup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1.
Comprehensive artinya norma-norma
hukum yang ada didalamnya terkait antara satu dengan lain secara logis.
2.
All-inclusive bahwa kumpulan normas
hukum tersebut cukup mampu menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga
tidak aka nada kekurangan hukum.
3.
Systematic bahwa di samping
bertautan antara satu dengan lainny, norma-norma hukum tersebut juga tersusun
secara hirarkis.[6][6]
Sistem perundang-undangan tertentu tak lain merupakan produk hukum melalui
kajian mendalam, karena itu pendekatan perundang-undangan ini akan sangat
membantu kerja penelitian hukum untuk menemukan preskripsi baru yang sesuai
dengan tingkat perkembangan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya adalah upaya atau usaha untuk
menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik
objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang
terdapat dibalik yang bersifat lahiriah. Karena sumber pengetahuan pendekatan filosofis adalah rasio, maka untuk
melakukan kajian dengan pendekatan ini akal mempunyai peranan yang sangat
signifikan.
Metode-metode yang digunakan
untuk memahami Islam itu suatu saat mungkin dipandang tidak cukup lagi,
sehingga diperlukan adanya pendekatan baru yang harus terus digali oleh para
pembaharu. Dalam konteks penelitian, pendekatan-pendekatan (approaches) ini tentu
saja mengandung arti satuan dari teori, metode, dan teknik penelitian. Terdapat
banyak pendekatan yang digunakan dalam memahami agama. Diantaranya adalah
pendekatan teologis, normative, antropologis, sosiologis, psikologis,
histories, dan pendekatan filosofis, serta pendekatan-pendekatan lainnya.
Adapun pendekatan yang dimaksud disini (bukan dalam konteks penelitian), adalah
cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam satu bidang ilmu yang
selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin
Rahman mendasarkan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai
paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai
dengan kerangka paradigmanya. Karena itu tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu
sosial, penelitian filosofi, atau penelitian legalistik.
B. SARAN
Kami menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Banyak
kekurangan disana-sini untuk itu mohon kiranya para pembaca sekalian mau
memberikaan masukan kritik dan saran guna perbaikan dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Omar mohammad, AL-Toumy al-syaibani, filsafah pendidikan islam, (terj.)
Langgulung dari judul asli falsafah al-tarbiyah
al-islamiyah, Jakarta: bulan bintang ,1979, cet.1
Poerwadarminta, kamus umum bahasa indonesia, Jakarta: balai pustaka, 1991, cet,XII
Nasution,
Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia dan
Tazzafa, 2009
Yasid, Abu , Aspek-aspek Penelitian Hukum,
Situbondo: 2010
Omar mohammad AL-Toumy al-syaibani, filsafah
pendidikan islam, (terj.) Langgulung dari judul aslifalsafah al-tarbiyah
al-islamiyah,(jakarta: bulan bintang ,1979), cet.1 hlm.25
J.s poerwadarminta, kamus umum
bahasa indonesia,(jakarta: balai pustaka, 1991)cet,XII hlm.280
Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, M.A., Pengantar
Studi Islam, Yogyakarta: Academia dan Tazzafa, 2009,hlm 197
Dr. H. Abu
Yasid, M.A., LL.M. ,
Aspek-aspek Penelitian Hukum, (Situbondo: 2010),
hlm.72